Baru-baru ini, kebijakan yang melarang penahanan ijazah siswa oleh sekolah telah menjadi sorotan publik. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk memastikan hak siswa atas ijazah mereka, penting untuk memahami tantangan yang dihadapi oleh sekolah swasta dalam konteks ini.
Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat meminta sekolah untuk segera melakukan percepatan penyerahan ijazah kepada lulusannya jenjang SMA, SMK, dan SLB hingga 3 Februari 2025. Permintaan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 3597/PK.03.04.04/SEKRE tentang Percepatan Penyerahan Ijazah Jenjang SMA/SMK/SLB Tahun Pelajaran 2023/2024 atau sebelumnya yang ditandatangani oleh Kepala Disdik Jabar Wahyu Mijaya. Pelaksana harian (Plh) Kepala Disdik Jabar, Deden Saepul Hidayat mengatakan, surat edaran tersebut dikeluarkan pada 23 Januari 2025 dalam rangka pemenuhan hak peserta didik yang telah menyelesaikan proses pembelajaran.
Kebijakan ini menimbulkan berbagai reaksi, terutama dari pihak sekolah swasta yang mengalami kendala dalam keberlanjutan finansial akibat tingginya angka tunggakan pembayaran. Meskipun hak siswa untuk mendapatkan ijazah merupakan hal yang esensial, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak sekolah swasta menghadapi kesulitan dalam menutup biaya operasional akibat tunggakan tersebut. Sekolah swasta tidak mendapatkan pendanaan penuh dari pemerintah seperti sekolah negeri, sehingga mereka sangat bergantung pada pembayaran SPP dan biaya lainnya. Jika pemerintah meminta percepatan penyerahan ijazah tanpa memberikan solusi konkret terhadap permasalahan tunggakan ini, sekolah swasta dapat mengalami kesulitan dalam menjalankan kegiatan akademik dan kesejahteraan tenaga pengajar juga dapat terancam.
Oleh karena itu, perlu ada pendekatan yang lebih komprehensif dalam menangani masalah ini. Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian subsidi atau dana talangan bagi sekolah swasta yang terdampak, sehingga siswa tetap mendapatkan ijazahnya tanpa merugikan institusi pendidikan. Selain itu, kerja sama dengan sektor swasta atau lembaga filantropi juga dapat menjadi solusi dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan finansial untuk melunasi tunggakan mereka. Dengan solusi yang lebih berimbang, baik hak siswa maupun keberlangsungan sekolah swasta dapat terjaga, menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua pihak.
Tantangan Finansial Sekolah Swasta
Sekolah swasta di Indonesia sebagian besar mengandalkan sumber pendanaan dari Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan biaya lainnya yang dibayarkan oleh orang tua siswa. Dana ini digunakan untuk membiayai operasional sekolah, termasuk gaji guru, pemeliharaan fasilitas, pengadaan sarana pembelajaran, serta berbagai program peningkatan kualitas pendidikan. Ketika terjadi tunggakan pembayaran dari sejumlah siswa, hal ini dapat mengganggu stabilitas keuangan sekolah dan berpotensi menurunkan kualitas pendidikan yang diberikan.
Tidak seperti sekolah negeri yang dibiayai oleh APBN atau APBD, sekolah swasta tidak memiliki subsidi penuh dari pemerintah. Oleh karena itu, ketika banyak siswa mengalami tunggakan, sekolah harus mencari alternatif pendanaan agar operasional tetap berjalan, seperti mengurangi jumlah tenaga pengajar, menunda perbaikan fasilitas, atau bahkan menaikkan biaya pendidikan bagi siswa lain, yang pada akhirnya dapat menjadi beban tambahan bagi orang tua siswa yang sudah membayar penuh.
Penahanan Ijazah sebagai Upaya Terakhir
Penahanan ijazah sering kali menjadi langkah terakhir yang diambil oleh sekolah untuk memastikan pembayaran tunggakan. Namun, langkah ini menuai kritik karena dianggap menghambat masa depan siswa. Sebagai respons, beberapa pihak, seperti Dedi Mulyadi Gubernur terpilih, telah meminta sekolah untuk tidak menahan ijazah siswa meskipun terdapat tunggakan biaya Pendidikan (kompas.com, 2025)
Namun, kebijakan ini perlu dikaji lebih dalam karena tanpa adanya mekanisme perlindungan bagi sekolah, aturan ini dapat membuat sekolah swasta semakin kesulitan dalam menjaga keberlanjutan operasionalnya. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tidak hanya berpihak pada siswa, tetapi juga memberikan jaminan bagi sekolah swasta untuk tetap menjalankan tugasnya dalam mendidik generasi bangsa.
Mencari Solusi Kolaboratif
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan yang melibatkan berbagai pihak:
- Peran Pemerintah
- Pemerintah dapat menyediakan dana talangan atau subsidi khusus untuk membantu menutupi tunggakan biaya pendidikan siswa di sekolah swasta, terutama bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
- Penerapan skema bantuan pendidikan berbasis kebutuhan yang lebih transparan dan merata, agar siswa yang benar-benar membutuhkan dapat terus mendapatkan pendidikan tanpa memberatkan sekolah.
- Pemerintah dapat mendorong pemberian insentif pajak bagi donatur atau perusahaan yang berkontribusi dalam pembiayaan pendidikan swasta.
- Meningkatkan alokasi dana BOS untuk sekolah swasta, sehingga tidak hanya sekolah negeri yang mendapatkan dukungan penuh.
- Kebijakan Sekolah
- Sekolah dapat menerapkan kebijakan pembayaran yang lebih fleksibel, seperti skema cicilan, penjadwalan ulang pembayaran, atau memberikan opsi pembayaran berbasis kontribusi dalam bentuk lain, seperti layanan orang tua di sekolah.
- Menyediakan beasiswa internal bagi siswa yang berprestasi namun memiliki kendala finansial, dengan bekerja sama dengan alumni atau mitra sekolah untuk penggalangan dana.
- Sekolah dapat membuat program kerja sama dengan dunia usaha dan industri untuk memberikan sponsorship, menyerap dan CSR berupa bantuan pendidikan bagi siswa yang kesulitan dalam membayar biaya pendidikan.
- Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua
- Komite sekolah dan orang tua siswa dapat bekerja sama dalam mencari solusi alternatif, seperti membentuk dana pendidikan gotong royong, di mana setiap orang tua dapat berkontribusi secara sukarela untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan keuangan.
- Menggandeng lembaga sosial dan filantropi untuk menjadi mitra dalam mendukung pendanaan bagi siswa kurang mampu di sekolah swasta.
- Mendorong orang tua siswa untuk lebih proaktif dalam mencari solusi bersama pihak sekolah daripada membiarkan tunggakan menumpuk tanpa komunikasi yang baik.
Studi menunjukkan bahwa kolaborasi antara sekolah, pemerintah, dan masyarakat dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan memastikan keberlanjutan operasional sekolah swasta. Misalnya, penelitian oleh Smith (2020) menemukan bahwa program subsidi pemerintah yang tepat sasaran dapat mengurangi tingkat putus sekolah dan meningkatkan kinerja akademik siswa.
Selain itu, model kemitraan publik-swasta dalam pendidikan telah berhasil diterapkan di berbagai negara untuk mengatasi tantangan pendanaan dan memastikan akses pendidikan yang merata. Pendekatan ini menekankan pentingnya peran serta semua pemangku kepentingan dalam menciptakan sistem pendidikan yang berkelanjutan dan inklusif.
Beberapa negara telah menerapkan kebijakan pendidikan berbasis voucher, di mana pemerintah memberikan bantuan dana langsung kepada orang tua siswa yang dapat digunakan untuk membayar sekolah swasta. Model ini memungkinkan sekolah swasta tetap beroperasi dengan kualitas yang baik, sementara siswa tetap mendapatkan akses pendidikan yang memadai.
Penahanan ijazah bukanlah solusi ideal untuk mengatasi masalah tunggakan biaya pendidikan, tetapi sekolah swasta juga memerlukan perlindungan agar tidak mengalami defisit finansial yang dapat mengancam keberlangsungan operasional mereka. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan kolaboratif yang melibatkan pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.
Dengan adanya dukungan kebijakan pemerintah yang lebih inklusif, pengelolaan keuangan sekolah yang fleksibel, serta partisipasi aktif orang tua dan masyarakat, maka hak siswa atas pendidikan dan masa depan mereka dapat terjamin tanpa mengorbankan keberlangsungan sekolah swasta. Sebuah solusi yang adil harus mempertimbangkan semua pihak agar pendidikan di Indonesia tetap maju dan berkualitas.
MENYELESAIKAN MASALAH TIDAK MEMUNCULKAN MASALAH BARU, SEHINGGA SEMUA PIHAK TIDAK ADA YANG DIRUGIKAN
Wallahu’alam Bishowab
*Penulis : Feri Rustandi, S.Pd., MM (Ketua JSIT Indonesia Korda Subang, kandidat Doktor Pendidikan Islam)